Liputan6.com, Jakarta Kabar mengejutkan datang dari Prancis: Lyon resmi terdegradasi ke Ligue 2. Ini bukan karena prestasi di lapangan, melainkan lantaran kondisi keuangan klub yang memburuk.
Keputusan ini diambil oleh DNCG, badan pengawas keuangan klub-klub profesional Prancis. Dalam pertemuan terakhir pada Selasa waktu setempat, Lyon gagal meyakinkan bahwa mereka telah cukup memperbaiki kondisi finansialnya.
Pemilik Lyon, John Textor, sudah berupaya keras agar keputusan ini tak jadi kenyataan. Namun, DNCG tetap menjatuhkan vonis tegas. Klub sebesar Lyon pun tak kebal terhadap krisis utang.
Klub Besar, Masalah Besar
Lyon bukan klub sembarangan—mereka pernah mendominasi Ligue 1 dengan tujuh gelar beruntun dari 2002 hingga 2008. Terakhir kali mereka bermain di kasta kedua adalah pada 1989, lebih dari tiga dekade lalu.
Namun, kekuatan sejarah tak cukup membendung krisis keuangan. Oktober tahun lalu, Eagle Football Group—pemilik saham mayoritas Lyon—mengumumkan utang sebesar £422 juta atau sekitar Rp8,7 triliun.
“Kami benar-benar tidak memahami bagaimana keputusan administratif bisa menjatuhkan klub besar Prancis seperti ini,” tulis pernyataan resmi Lyon, seperti dikutip BBC Sport. Mereka menilai keputusan itu “tidak dapat dipahami” dan menyatakan akan mengajukan banding.
Manuver Textor, Gagal Meyakinkan
John Textor, pemilik saham 77% Lyon, sejatinya yakin klubnya tak akan jatuh. "Kami telah membuat berbagai investasi dalam beberapa pekan terakhir. Semuanya baik secara finansial," tegasnya menjelang pertemuan Selasa kemarin.
Ia juga menjual 43% sahamnya di Crystal Palace ke pemilik New York Jets, Woody Johnson, sebagai bagian dari upaya memperbaiki arus kas Lyon. Penjualan pemain pun dilakukan: Maxence Caqueret dilepas ke Como dan Rayan Cherki ke Manchester City dengan total nilai sekitar £45 juta atau Rp925 miliar.
“Kami telah bekerja sama erat dengan DNCG dan memenuhi semua permintaan mereka melalui investasi ekuitas yang melebihi jumlah yang diminta,” klaim Lyon. Mereka menambahkan bahwa “berkat suntikan modal dan penjualan Palace, arus kas kami kini jauh lebih sehat.”
Nasib Ganda: Lyon Terpeleset, Palace Tergantung
Kisah ini bukan hanya tentang Lyon. Crystal Palace—klub yang ikut dikendalikan Textor—juga ikut terimbas. Mereka lolos ke Liga Europa usai menjuarai FA Cup, tapi posisi mereka kini terancam.
UEFA melarang dua klub di bawah kepemilikan yang sama tampil di kompetisi yang sama. Lyon finis di posisi enam Ligue 1, lebih tinggi dari Palace. Berdasarkan aturan, Lyon berhak atas tempat di Eropa, bukan Palace.
Namun, degradasi Lyon bisa membuat mereka kehilangan hak tersebut. Saat ini, Palace diselubungi atmosfer penuh kecemasan. Klub London itu menunggu kejelasan apakah hasil Lyon musim lalu akan dihapus sepenuhnya.
Banding dan Ketidakpastian yang Berlanjut
Lyon telah memastikan akan mengajukan banding terhadap keputusan ini. Jika gagal, mereka bisa melanjutkan proses hukum lebih jauh, yang artinya proses ini tak akan cepat selesai.
Pertanyaan pun muncul: apakah Lyon bisa menunda eksekusi degradasi hingga proses banding rampung? Apakah Textor bisa benar-benar meyakinkan otoritas bahwa Lyon telah membaik secara keuangan?
Sementara itu, Palace terjebak dalam ketidakpastian. Bisa jadi, mereka mungkin harus menunggu lebih lama. Bahkan klub seperti Nottingham Forest ikut mencermati, berharap Palace kehilangan tiket Eropa, yang bisa dialihkan ke mereka.
Di tengah ketidakpastian itu, kisah Lyon menjadi pengingat keras: kejayaan masa lalu tak cukup untuk menyelamatkan klub dari badai utang. Dari takhta juara, kini mereka divonis masuk jurang, dan harus memulai lagi dari bawah.
Sumber: BBC Sport