Jakarta (ANTARA) - Komnas Haji berpandangan pemerintah dan DPR sebaiknya melarang praktik umrah mandiri demi melindungi jamaah dan pelaku usaha di sektor tersebut.
"Kalau kemudian pemerintah dan DPR ingin melindungi ekosistem dan pelaku usaha, melindungi jamaah, idealnya adalah umrah mandiri itu tidak dibuka pintunya," kata Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj saat menjadi narasumber dalam Forum Legislasi bertajuk "Revisi UU Haji demi Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Pengelolaan Ibadah Haji" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Mustolih mengatakan terdapat sejumlah risiko apabila umrah mandiri diizinkan, antara lain jamaah umrah berpotensi tersesat di Arab Saudi, bahkan menjadi korban perdagangan manusia.
Saat ini, kata dia, pelaksanaan umrah yang berada di bawah naungan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keselamatan jamaah.
Baca juga: Komisi VIII DPR ingatkan umat Muslim lakukan umrah lewat agen resmi
"Ketika ada PPIU, PPIU lah yang kemudian bertanggung jawab untuk kemudian mengawal dari berangkat manasik sampai dengan pulang," ucapnya.
Sementara dari sisi pelaku usaha, menurut Mustolih, pemberian izin terhadap umrah mandiri berpotensi membuat para pekerja, terkait PPIU, akan kehilangan pekerjaannya.
"Jika RUU Haji ini diketuk dan kemudian umrah mandiri ini didorong, yang akan terpukul adalah teman-teman PPIU, teman-teman travel. Ini akan berdampak luas, termasuk pengangguran," ucapnya.
Sebelumnya penolakan terhadap umrah mandiri telah disampaikan oleh Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri). Asosiasi itu meminta terminologi mandiri dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Haji dan Umrah yang tengah dibahas agar dihapus.
Baca juga: Amphuri minta terminologi mandiri dihapus dalam RUU Haji
"Pengaturan mengenai jamaah umrah mandiri dalam RUU ini tidak memiliki definisi, batasan, maupun mekanisme perlindungan yang jelas," ujar Ketua Litbang Amphuri Ulul Albab.
Ulul mengatakan keberadaan pasal tersebut justru kontra produktif dengan tujuan utama perubahan Undang-Undang, yakni membentuk tata kelola haji dan umrah yang lebih baik, adaptif, dan akuntabel.
Di sisi lain, kata dia, terminologi mandiri ini berisiko membuka peluang percaloan, penyelenggaraan liar, serta merusak tatanan ekosistem penyelenggaraan umrah yang selama ini diatur melalui PPIU resmi.
Baca juga: 13 Asosiasi Haji Umrah ungkap alasan tolak legalisasi umrah mandiri
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.