Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan perbedaan strategi yang ditempuh oleh sejumlah regulator di kawasan Asia Pasifik dalam mengatur dan mengembangkan aset digital, termasuk kripto dan stablecoin.
Mahendra menjelaskan, sejumlah yurisdiksi negara di kawasan tersebut seperti Hong Kong bahkan sudah lebih maju dalam penerapan kebijakan terkait kripto. Beberapa di antaranya telah resmi menerbitkan stablecoin untuk mendukung pasar keuangan.
“Pertama dari Hong Kong Monetary Authority. Lalu dari Korean Central Bank. Lalu dari Japanese Bank of Japan. Mereka menyampaikan bahwa sudah issuing stablecoin masing-masing yurisdiksi,” kata Mahendra dalam CFX Crypto Conference 2025 di Tabanan, Bali, Kamis.
Menurut dia, inovasi tersebut mencerminkan perubahan sikap regulator global. Jika sebelumnya banyak pihak masih ragu dengan kompleksitas aset digital, kini regulator mulai mengadopsi strategi yang disesuaikan dengan kebutuhan domestik masing-masing negara.
Ia mengatakan, fokus pemanfaatan stablecoin pun berbeda. Hong Kong menekankan pada aspek likuiditas dan stabilitas pasar, Korea Selatan memilih jalur berbeda, sementara Jepang menaruh perhatian pada diversifikasi aset keuangan.
Lebih lanjut, Mahendra mengatakan Indonesia melalui OJK akan terus mengembangkan regulasi aset digital sesuai mandat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Dalam aturan tersebut, OJK memiliki kewenangan luas untuk mengatur dan mengawasi aset digital.
“Strategi Indonesia tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, perlindungan konsumen, serta tata kelola yang kuat, sambil tetap membuka ruang inovasi dalam ekosistem keuangan digital,” ujar dia.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.