MENTERI Kebudayaan Fadli Zon memandang perlu segera melakukan revisi Undang-undang atau UU Hak Cipta setelah polemik penerapan pembayaran royalti musik di kafe, restoran dan tempat-tempat umum mencuat. Menurut dia, revisi ini perlu agar regulasi beradaptasi dengan kemajuan dunia digital dan teknologi.
“Ini memerlukan satu adaptasi dengan regulasi yang ada, aturan-aturan yang ada. Karenanya memang kita sangat perlu terhadap revisi tersebut,” kata Fadli Zon di Istana Kepresidenan, Jakarta, Ahad, 17 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Fadli mengatakan masalah royalti hak intelektual dan hak cipta tak hanya pada regulasi, tetapi juga pada penataan di Kementerian Hukum dan lembaga lain, sehingga semua pihak mendapatkan solusi win-win. “Karena bagaimanapun ada hak-hak dari para pencipta lagu, penyanyi, label dan lain-lain. Termasuk saya kira manfaatnya juga diberikan oleh para pengguna ya,” kata dia.
Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan mengatakan UU Hak Cipta merupakan persoalan mendasar yang perlu mendapat atensi pemerintah. “Sebab, hak cipta merupakan the son of the soul atas sebuah kreasi dari penciptanya,” ujar Otto Hasibuan saat ditemui di Kawasan PIK 2, Kabupaten Tangerang, Jumat, 8 Agustus 2025.
Otto menilai UU Hak Cipta yang berlaku saat ini memerlukan sejumlah penyesuaian agar relevan dengan perkembangan zaman. Penyesuaian itu mencakup penerapan aturan terkait Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) serta kebutuhan masyarakat.
Ia menilai beberapa putusan pengadilan mengenai hak cipta tidak sesuai dengan harapan publik. Dia mencontohkan kasus yang terjadi di satu restoran Bali serta polemik yang melibatkan penyanyi Agnez Mo.
Berkaca dari kasus-kasus tersebut, dia berharap pemerintah segera merevisi undang-undang hak cipta agar dapat memenuhi hak penciptanya sekaligus mengakomodir kepentingan pelaku-pelaku kesenian. “Termasuk penyanyi dan sebagainya,” kata Otto.
Pembayaran royalti lagu yang memanas belakangan ini berdampak pada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), khususnya pemilik kafe dan restoran. Banyak dari mereka memilih untuk tidak lagi memutar musik demi menghindari risiko hukum. Pemutaran musik di ruang publik seperti kafe memang diwajibkan membayar royalti kepada pemegang hak cipta, sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.