Tim Advokasi Lokataru Foundation mengecam penangkapan Direktur Lokataru, Delpedro Marhaen, yang dilakukan Polda Metro Jaya.
Mereka menilai langkah polisi ini adalah bentuk pengkambinghitaman terhadap organisasi masyarakat sipil.
“Kami dengan tegas mengecam tindakan pengkambinghitaman ini, terhadap organisasi masyarakat sipil yang sejak awal memang kami mengerjakan fungsi-fungsi, peran-peran kerja terhadap area mengawasi kinerja pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia,” kata Tim Advokasi Lokataru, Fian Alaydrus, di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9).
Fian menilai tuduhan polisi terhadap Delpedro menghasut massa untuk demo rusuh tidak berdasar.
“Dan kami menilai ini terlalu jahat untuk apa menuduh kami sebagai dalang penghasutan segala macam. Ini bentuk, kalau teman-teman Gen Z bilangnya, playing victim. Seharusnya, institusi yang kita lagi berdiri di sini, bisa mengintrospeksi diri sendiri ke dalam,” ujarnya.
Selain itu, tuduhan penghasutan massa ini, Fian menyebut tidak pernah dijelaskan secara jelas oleh polisi.
“Tidak ada informasi itu secara utuh, secara proper, yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia. Dan lagi-lagi ini untuk mau mengalihkan tanggung jawab mereka,” tegasnya.
Menurut Fian, prosedur penangkapan juga dianggap melanggar hukum. “Dari sisi prosedur itu sangat menyalahi KUHP. Tidak ada proses pemeriksaan awal, pemanggilan, bahkan tiba-tiba langsung ditangkap, langsung penetapan tersangka bahkan,” ucapnya.
Delpedro ditangkap di kantor Lokataru sekitar pukul 22.30 WIB. Mereka mendesak Polda Metro memberikan penjelasan.
“Suratnya agak masih perlu dilusuri lebih lanjut, tapi Delpedro merasa tidak dijelaskan secara proper. Apa dasarnya, begitu ditanya, ya nanti dijelaskan saja di kantor. Bahkan pada saat mau ganti baju saja, tetap ada sedikit-sedikit intimidasi, cepat lah segala macam. Jadi kurang proper,” jelasnya.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam menyebut penangkapan dilakukan atas dugaan penghasutan lewat media sosial untuk mengajak pelajar, termasuk anak di bawah umur, untuk ikut dalam demo ricuh di Jakarta, Senin (1/9) malam.
“Atas dugaan melakukan ajakan hasutan provokatif untuk melakukan aksi anarkis dengan melibatkan pelajar. Termasuk anak. Anak ini usia sebelum 18 tahun,” kata Ade.