Jakarta (ANTARA) - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi data inflasi produsen Amerika Serikat (AS) lebih tinggi dari perkiraan.
“Rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar AS yang 'rebound' menyusul data yang menunjukkan inflasi di tingkat produsen AS yang naik lebih tinggi dari perkiraan, serta data pekerjaan AS klaim pengangguran yang lebih rendah,” katanya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Mengutip Anadolu, tercatat data inflasi produsen naik menjadi 3,3 persen year-on-year (yoy) pada bulan Juli 2025, di atas ekspektasi pasar sebesar 2,5 persen.
Secara bulanan, inflasi produsen berada di angka 0,9 persen pada bulan Juli, di atas estimasi pasar sebesar 0,2 persen.
Adapun klaim pengangguran AS sebesar 224 ribu pada Juli, lebih rendah dari perkiraan sebesar 225 dan bulan sebelumnya yang sebesar 227 ribu.
“PPI (Producer Price Index) semalam jauh lebih tinggi disebabkan oleh tarif bahan baku dan material yang mulai memberikan dampak pada biaya produksi,” ujar Lukman.
Menurut dia, kebijakan tarif yang mempengaruhi PPI karena pada umumnya produsen di AS mengimpor bahan baku dari Kanada, Meksiko, dan sekitarnya, yang sudah terdampak tarif.
Di sisi lain, kebijakan tarif tak mempengaruhi data inflasi konsumen AS yang di bawah perkiraan pasar. Seperti diketahui, inflasi konsumen mencapai 2,7 persen pada Juli 2025, di bawah ekspektasi pasar sebesar 2,8 persen.
“Penundaan tarif ke China masih terus diperpanjang, sehingga harga belum sepenuhnya tercermin pada produk konsumen di AS yang umumnya made in China,” ujar dia.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Jumat di Jakarta melemah sebesar 40 poin atau 0,25 persen menjadi Rp16.155 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.115 per dolar AS.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.