Banjarmasin, Kalsel (ANTARA) - Manajemen Bank Kalimantan Selatan (Kalsel) menyatakan 50.000 rekening nasabah diaktifkan kembali usai kebijakan nasional pemblokiran rekening pasif, yang dilakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Direktur Utama Bank Kalsel Fachrudin menyampaikan pemblokiran nasabahnya ini merupakan bagian dari kebijakan PPATK terhadap 28 juta rekening tidak aktif di seluruh Indonesia.
"Nasabah panik, karena tidak bisa transaksi. Petugas kami harus kerja ekstra mengonfirmasi ke nasabah dan klarifikasi ke PPATK melalui formulir keberatan," kata Fachrudin usai rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPRD Kalsel di Banjarmasin, Kalsel, Jumat.
Fachrudin mengaku pihaknya kewalahan menghadapi gelombang kedatangan nasabah yang meminta pembukaan kembali rekening akibat pemblokiran massal tersebut.
Ia menjelaskan pemblokiran dilakukan karena tidak ada aktivitas pada rekening selama tiga bulan.
PPATK menilai hal itu bisa menandakan pemilik rekening telah meninggal dunia atau tidak aktif.
"Dulu tidak masalah karena transaksi masih manual, sekarang semua digital. Kalau rekening terblokir, nasabah tetap harus datang ke kantor. Ini jadi tidak praktis," katanya.
Hingga Kamis (31/7/2025), tersisa sekitar 3.000 rekening yang masih terblokir, Fachrudin pun optimistis seluruh rekening tersebut segera aktif kembali menyusul kebijakan baru PPATK untuk membuka kembali rekening yang sempat dibekukan.
"Kami pastikan tidak ada satu pun dari 50 ribu rekening nasabah kami yang terlibat kasus tindak pidana, murni hanya tidak aktif," ujar Fachrudin.
Bank Kalsel juga mengimbau para nasabah untuk rutin melakukan transaksi minimal sekali dalam tiga bulan guna mencegah pemblokiran serupa ke depan.
Baca juga: PPATK ungkap 140 ribu rekening "dormant" 10 tahun senilai Rp428 miliar
Baca juga: PPATK: Lebih dari 1 juta rekening diduga terkait dengan tindak pidana
Baca juga: Bank Kalsel mencatat performa positif pada 2023
Pewarta: Tumpal Andani Aritonang/Latif Thohir
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.