Jakarta (ANTARA) - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) memandang bahwa pemberlakuan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 akan semakin mendorong pertumbuhan bisnis bulion, di mana transaksi nasabah membeli emas di BSI tidak dikenakan pajak alias 0 persen.
“Kami optimis tren bisnis bulion akan semakin meningkat tahun ini dengan proyeksi pertumbuhan yang positif di akhir tahun,” kata Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Perseroan menyampaikan, pihaknya mendorong percepatan ekonomi nasional melalui optimalisasi monetisasi potensi emas logam mulia di Tanah Air.
Perseroan senantiasa tunduk pada regulasi dan peraturan perundang-undangan dan mendukung setiap upaya yang dilakukan otoritas dan regulator dalam memperkuat dan mendorong kemajuan sektor keuangan nasional.
Sejalan dengan ditetapkannya perseroan sebagai bank emas, BSI mendorong bisnis emas melalui cicil emas, gadai emas, dan pembelian emas melalui BYOND by BSI.
“Di tengah kondisi yang menantang, emas menjadi salah satu instrumen investasi keuangan safe haven bagi masyarakat,” kata Anton.
Ia menyampaikan, BSI mendorong investasi emas bukan sekadar menabung logam mulia, melainkan bagian dari strategi pengelolaan keuangan sesuai syariah yang lebih luas.
Pertumbuhan bisnis emas di BSI menunjukkan hasil yang positif, khususnya untuk produk BSI Emas. Hingga Juni 2025, saldo BSI Emas dalam gramase tumbuh 110 persen year to date (ytd) dengan volume mencapai 1 ton.
Hal ini, menurut perseroan, juga mendorong animo masyarakat untuk melakukan transaksi pembelian emas di BSI melalui BYOND. Tercatat jumlah transaksi pembelian meningkat 191 persen secara year to date.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan pembelian emas oleh bullion bank dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen yang mulai berlaku per 1 Agustus 2025, namun konsumen akhir dibebaskan dari pengenaan pajak ini.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 dan PMK Nomor 52 Tahun 2025.
Lewat aturan baru PMK 51 Tahun 2025, pemerintah menunjuk lembaga jasa keuangan (LJK) bulion sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan sebesar 0,25 persen dari nilai pembelian, di luar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, untuk transaksi dengan nilai maksimal Rp10 juta, dikecualikan dari pemungutan.
Skema Surat Keterangan Bebas (SKB) atas impor emas batangan juga dihapus, sehingga pembelian melalui impor kini dipungut PPh Pasal 22 dengan skema yang sama seperti pembelian dalam negeri.
“Beban lembaga jasa keuangan akan berkurang dengan diturunkannya tarif PPh Pasal 22 dari yang semula 1,5 persen ke 0,25 persen,” kata Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dalam taklimat media di Jakarta, Kamis (31/7) malam.
Selanjutnya, dalam PMK 52 Tahun 2025, pemerintah mengatur pengecualian dalam pungutan PPh Pasal 22 atas transaksi emas.
Pungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas penjualan emas perhiasan atau emas batangan kepada tiga kelompok, yaitu konsumen akhir, wajib pajak UMKM dengan PPh final, serta wajib pajak yang memiliki SKB PPh 22.
Pengecualian serupa juga berlaku untuk penjualan emas batangan kepada Bank Indonesia, melalui pasar fisik emas digital, dan kepada LJK bulion.
Baca juga: OJK sebut jenis usaha bulion bisa dipilih sesuai kesiapan bisnis
Baca juga: Bank Mega Syariah berencana rilis produk cicil emas di awal semeter II
Baca juga: BSI: Cicil dan gadai emas tumbuh melesat 92,52 persen per Mei 2025
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.