Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum PSSI Erick Thohir kembali menegaskan komitmen federasi untuk membangun ekosistem sepak bola nasional yang sehat dan berkelanjutan. Namun, kali ini bukan soal liga, wasit, atau fasilitas latihan, melainkan masa depan para pemain.
Dalam pernyataan publik terbarunya, Erick menyebut pentingnya membangun sistem perlindungan sosial bagi pesepak bola, dari asuransi kesehatan hingga dana pensiun, seperti yang berlaku di Eropa.
“Selama ini kita dorong yang bisa cepat dulu, seperti asuransi kesehatan untuk pemain timnas. Tapi ke depan, harus kita pikirkan dana pensiun,” kata Erick.
Pernyataan ini seolah membuka bab baru dalam tata kelola sepak bola nasional. Tak hanya fokus pada prestasi di lapangan, PSSI juga mulai berbicara soal perlindungan jangka panjang bagi para pemain, yang selama ini nyaris tak tersentuh dalam wacana publik sepak bola Indonesia.
Langkah Cepat: Asuransi Kesehatan untuk Timnas
Langkah awal yang sudah dieksekusi adalah pemberian asuransi kesehatan untuk pemain tim nasional. Program ini dijalankan lewat kerja sama antara PSSI dan Mandiri Inhealth, yang diumumkan awal tahun ini.
Dalam skema ini, para pemain timnas, baik putra maupun putri, mendapatkan perlindungan selama mereka memperkuat skuad Garuda.
Kebijakan ini disebut sebagai “quick win” oleh Erick Thohir. Menurutnya, ini adalah bentuk konkret perhatian PSSI terhadap pemain tanpa harus menunggu sistem jangka panjang yang lebih kompleks.
Namun, pertanyaan yang muncul kemudian adalah: apakah perlindungan ini berhenti saat status mereka sebagai pemain timnas berakhir? Bagaimana dengan pemain-pemain yang hanya berkarier di level klub? Bagaimana nasib mereka setelah gantung sepatu?
Mimpi Besar: Dana Pensiun Ala Eropa
Tak berhenti di sana, Erick membuka wacana baru: membentuk skema dana pensiun bagi pesepak bola, serupa dengan yang diterapkan di Eropa.
“Salah satu yang kita dorong di yayasan adalah memberi asuransi kesehatan pada pemain timnas. Itu quick win. Tapi ke depan, salah satunya dana pensiun seperti di Eropa,” ujarnya.
Di beberapa negara Eropa seperti Jerman, Inggris, dan Belanda, pemain sepak bola profesional secara otomatis terdaftar dalam program pensiun yang terkoordinasi dengan asosiasi pemain, klub, dan pemerintah.
Dana iuran dipotong dari gaji pemain dan disetor secara berkala selama masa aktif. Skema ini menjadi penyelamat ketika pemain mengalami cedera berat, gagal mendapatkan kontrak, atau memasuki usia pensiun tanpa tabungan cukup.
Bagi Indonesia, ide ini terdengar visioner. Namun, realisasinya tidak sederhana. Erick sendiri mengakui bahwa skema dana pensiun membutuhkan keterlibatan banyak pihak, termasuk pemerintah.
Tantangan: Struktur, Regulasi, dan Pola Pikir
Menggagas dana pensiun untuk atlet, khususnya pesepak bola, berarti menyentuh ranah yang selama ini masih liar.
Di luar beberapa pemain bintang yang punya penghasilan besar, mayoritas pesepak bola Indonesia, terutama di Liga 2 dan 3, masih hidup dari kontrak jangka pendek, sering tanpa jaminan kesehatan atau sosial.
Masalah lain adalah minimnya edukasi keuangan di kalangan pemain. Banyak dari mereka pensiun dalam kondisi finansial yang sulit, karena tidak ada mekanisme tabungan jangka panjang atau perencanaan pasca-karier.
Untuk itu, pendekatan sistemik menjadi penting. Perlu ada regulasi bersama antara PSSI, operator liga, klub, dan institusi keuangan atau asuransi, agar sistem ini bukan hanya wacana, tapi menjadi bagian dari kontrak dan manajemen karier pemain sejak dini.